Kebutuhan manusia semakin meningkat dan beragam seiring berjalannya waktu. Pengembangan teknologi dan industry dikerahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tidak terkecuali industri tekstil dan produk tekstil, yang semakin bertambah jumlahnya dengan peningkatan pertumbuhan sebesar 15,08%. Menurut data Kemenperin (2020), jumlah industri kecil menengah (IKM) tekstil mencapai 538 ribu unit dan masih akan bertambah, mengingat industri ini merupakan industri dari sektor manufaktur yang menjadi prioritas dalam pengembangannya.
Berkembangnya IKM tekstil di Indonesia menimbulkan permasalahan limbah, salah satunya dari bahan kimia pewarna yang digunakan. Namun, masih banyak IKM tekstil yang belum memiliki sarana pengolahan limbah yang memadai. Limbah cair IKM tekstil dapat mencemari lingkungan dan sumber air permukaan sehingga berbahaya bagi masyarakat. Bahaya limbah cair IKM tekstil salah satunya terletak pada kandungan logam beratnya, seperti Cu, Cd, Pb, Zn, Cr, Ni, dan Hg. Paparan logam berat ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan dalam jangka panjang, seperti kerusakan sistem saraf, organ, dan penurunan kerja otot.
Salah satu metode pengolahan limbah yang sederhana, murah dalam pengaplikasiannya adalah adsorpsi, dimana pemisahan logam berat (adsorbat) dari limbah cair dengan prinsip penjerapan oleh adsorben. Adsorben dapat dibuat dari limbah biomassa seperti sekam padi. Indonesia sebagai negara agraris menghasilkan sekitar 55,16 juta ton GKG tiap tahun yang 20%-nya merupakan produk samping, yaitu sekam padi. Besarnya jumlah sekam padi ini menginisiasi 5 mahasiswa UGM, Abdullah Ubaid (Teknik Kimia 2018), Christopher Kevin Ryo Setiawan (Teknik Kimia 2018), Dani Intan Kumala (Teknik Kimia 2018), Muhammad Husaini Zaidan (Teknik Kimia 2018), dan Ike Ariska Dewi (Kimia 2019), untuk memanfaatkannya sebagai biosorben logam berat dalam pengolaham limbah cair IKM tekstil.
“Tidak banyak industri kecil yang mempunyai fasilitas pengolahan limbah yang baik. Tentu hal ini membahayakan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Limbah tekstil dinilai cukup berbahaya akan logam beratnya. Di satu sisi, jumlah sekam padi di Indonesia yang melimpah, namun memiliki nilai jual rendah, biasanya hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Padahal menurut riset sekam padi memiliki potensi dalam pengolahan limbah logam berat. Oleh karena itu, dibutuhkan studi lebih lanjut bagaimana performa sekam padi sebagai biosorben terhadap adsorpsi logam berat multielemen, juga berbagai modifikasi dan kondisi operasi untuk meningkatkan performa dalam pengolahan limbah.” papar Ubaid.
Penelitian ini dikembangkan melalui program PKM-RE ke-34 oleh Kemendikbud-Ristek dengan fokus melakukan perbandingan antara biosorben sekam padi tanpa modifikasi dengan modifikasi terkarbonisasi pada larutan limbah tekstil sintetis multielemen. Studi komparasi ini ditujukan untuk membuat biosorben yang mampu mengadsorpsi logam berat dalam limbah tekstil dan mengkaji modifikasi dan kondisi operasi yang optimum.
Penelitian menghasilkan biosorben sekam padi yang mampu mengadsorpsi logam berat bahkan dalam limbah dengan kandungan multi komponen logam. Untuk meningkatkan performa, sekam padi dapat dimodifikasi dengan metode karbonisasi yang akan menambah luas permukaan. Selain itu, kondisi operasi yang optimum dapat dilakukan pada suhu ruangan (27oC) dan kondisi keasaman (pH) berkisar 5-7. Dengan data ini, diharapkan terdapat pengaplikasian dalam skala industri atau penelitian lebih lanjut terkait sekam padi sebagai biosorben logam berat.