Tanpa kita sadari, manusia dalam kesehariannya menghasilkan air limbah yang sangat banyak, hingga 225 liter per hari setiap orangnya.Limbah ini terdiri dari black water, yaitu limbah dari kloset, dan grey water, limbah dari aktivitas seperti mandi, mencuci, dan memasak. Sebagian daerah di Indonesia masih membuang limbah grey water langsung ke saluran air menuju perairan umum dan mencemari lingkungan.

Bakteri di perairan akan mengolah limbah grey water ini dengan mengurai bahan organik yang dikandung grey water. Salah satu bakteri pengurai yang ada di perairan adalah bakteri aerob, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk keberlangsungan hidupnya. Bakteri aerob ini akan efektif mengurai bahan organik pada perairan dengan kandungan oksigen terlarut ± 2 mg/L.

Oksigen yang digunakan oleh bakteri aerob dalam proses peruraian limbah, dapat berasal dari berbagai sumber. Oksigen terlarut dapat berasal dari udara yang berada di atas perairan. Namun demikian, pertumbuhan penduduk yang menghasilkan semakin banyaknya limbah, membuat perairan alami tidak mampu lagi mengurai semua bahan organik grey water. Sebagai upaya menjaga lingkungan hidup, maka dikembangkan sistem pengolahan limbah, sebelum dibuang ke saluran air atau badan air.

Dalam sistem pengolahan limbah, oksigen (udara) akan disuplai dalam jumlah tertentu untuk memenuhi kebutuhan bakteri aerob dalam proses penguraian bahan organik yang lebih baik. Kegiatan menyuplai oksigen biasa disebut dengan aerasi, sedangkan perangkat yang digunakan disebut dengan aerator. Seperti halnya aerator di aquarium yang menyediakan oksigen untuk ikan, aerator di pengolahan limbah bertugas untuk menyediakan oksigen untuk bakteri.

Terdapat beberapa jenis teknologi aerasi yang umum digunakan untuk pengolahan limbah, seperti diffused air system dan juga mechanical aerators. Aerator konvensional pada umumnya menghasilkan gelembung udara yang berukuran besar sehingga tidak begitu efektif untuk proses transfer oksigen. Untuk aerasi yang lebih efektif, digunakan aerator berupa Microbubble Generator (MBG).

Gambar 1. Ilustrasi MBG

Microbubble Generator bekerja dengan pompa yang digunakan untuk mengalirkan air bertekanan yang memiliki kecepatan tertentu. Air akan melewati saluran yang mengecil, membuat kecepatan aliran air bertambah (Ilustrasi Gambar 1). Akibatnya, tekanan air ketika kecepatannya tinggi menjadi kecil. Udara dari luar akan terhisap ke dalam, karena udara mengalir ke tekanan yang lebih rendah. Udara yang masuk dilewatkan bahan berpori, sebelum bergabung dengan aliran air. Maka yang terjadi adalah udara bercampur ke dalam aliran air dalam bentuk gelembung berukuran mikro. Lalu mengapa aerasi dengan MBG ini dikatakan lebih efektif?

Gelembung berukuran mikro memiliki keunikan perilaku di dalam air. Volume udara yang dikandungnya sangat kecil, membuat gelembung dapat bertahan di dalam air untuk waktu yang lama, karena lambat mengapung hingga permukaan. Kecilnya ukuran gelembung juga membuat luas permukaan gelembung sebagai perantara larutnya oksigen menjadi lebih luas. Mengapa bias lebih luas? Coba saja bungkus setiap bola di 2 kotak di bawah dengan kertas, bandingkan luas kertas yang dibutuhkan untuk membungkus satu bola besar dan bola kecil-kecil (Gambar 2)!

Gambar 2. Ilustrasi perbandingan ukuran gelembung.

Terlarutnya oksigen akan lebih efektif dengan ukuran gelembung yang semakin kecil. Fenomena ini membuat aerasi bakteri aerob pada system pengolahan limbah menggunakan MBG, bukannya aerator biasa. (Kontributor: Bimo Adiartha Damarjati)